TUGAS TERSTRUKTUR 5

 Nama: Shelly Anastasy M

Nim: 41624010011


1. Diagram Siklus Hidup Produk

Produk: Sepatu Olahraga (Sneakers)

Tahapan Siklus Hidup & Proses Utama:

(a) Ekstraksi Bahan Baku 
    ↓
(b) Produksi 
    ↓
(c) Distribusi & Transportasi 
    ↓
(d) Konsumsi/Penggunaan 
    ↓
(e) Pengelolaan Limbah/Akhir Masa Pakai

Penjelasan Tiap Tahap:

  • Ekstraksi bahan baku: Pengambilan minyak bumi untuk bahan dasar karet sintetis dan poliester; ekstraksi kapas untuk kain bagian dalam.

  • Produksi: Pembuatan sol, upper (bagian atas sepatu), dan perakitan di pabrik; penggunaan mesin, lem, dan energi listrik.

  • Distribusi: Pengiriman produk jadi ke gudang dan toko menggunakan truk atau kapal.

  • Konsumsi: Penggunaan oleh konsumen rata-rata 1–2 tahun; perawatan (pencucian, penyimpanan).

  • Pengelolaan limbah: Sebagian kecil didaur ulang, sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Batas Sistem (System Boundary):

  • Mencakup seluruh tahapan dari ekstraksi bahan baku hingga akhir masa pakai (cradle-to-grave).

  • Tidak mencakup energi dan emisi dari kegiatan ritel (penjualan di toko).

Asumsi:

  • Masa pakai sepatu: ±2 tahun.

  • Berat rata-rata: 0,8 kg per pasang.

  • Material utama: 40% karet sintetis, 30% poliester, 20% busa EVA, 10% kapas.

  • Skema pembuangan: 80% TPA, 20% reuse/donasi.

2. Narasi Analisis 

Alasan Pemilihan Produk dan Relevansi terhadap Keberlanjutan

Sepatu olahraga dipilih karena merupakan produk konsumsi yang digunakan luas oleh berbagai kalangan, baik untuk aktivitas sehari-hari maupun olahraga. Produksi sepatu melibatkan rantai pasok global yang panjang dan kompleks, dengan bahan utama berasal dari sumber tak terbarukan seperti minyak bumi. Relevansinya terhadap isu keberlanjutan sangat besar, karena industri alas kaki menghasilkan emisi karbon dan limbah padat dalam jumlah signifikan, serta masih memiliki tantangan dalam penerapan konsep circular economy.

Batas Sistem dan Asumsi

Analisis ini menggunakan pendekatan Life Cycle Thinking (LCT) dengan batas sistem cradle-to-grave, mencakup seluruh tahapan mulai dari ekstraksi bahan baku hingga pengelolaan limbah akhir. Sistem ini mempertimbangkan energi, transportasi, dan proses produksi, namun tidak memasukkan fase distribusi ritel dan perilaku pascakonsumsi yang sangat bervariasi antar individu. Asumsi yang digunakan meliputi masa pakai sepatu selama dua tahun, bahan utama sebagaimana disebutkan di atas, serta proporsi akhir penggunaan (reuse 20%, TPA 80%).

Analisis Dampak Lingkungan di Setiap Tahap

  1. Ekstraksi bahan baku:
    Tahap ini berkontribusi besar terhadap emisi karbon karena proses ekstraksi minyak bumi untuk bahan sintetis serta penggunaan air dan pestisida dalam budidaya kapas. Dampak lain yang muncul adalah degradasi lahan dan konsumsi energi fosil yang tinggi.

  2. Produksi:
    Proses manufaktur memerlukan energi listrik dalam jumlah besar untuk pengolahan material dan perakitan. Penggunaan lem berbasis kimia menimbulkan emisi VOC (Volatile Organic Compounds) yang berbahaya bagi pekerja dan lingkungan. Limbah produksi berupa potongan bahan dan residu kimia seringkali tidak dapat didaur ulang.

  3. Distribusi dan transportasi:
    Tahapan ini menghasilkan emisi CO₂ akibat penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan pengangkut. Karena banyak sepatu diproduksi di negara berkembang dan dijual di negara maju, jarak transportasi yang jauh memperbesar jejak karbon produk.

  4. Konsumsi/Penggunaan:
    Dampak lingkungan relatif kecil dibanding tahap sebelumnya, namun tetap ada dari proses pencucian (konsumsi air dan deterjen) serta frekuensi penggantian produk yang tinggi karena tren mode cepat (fast fashion).

  5. Pengelolaan limbah:
    Pada akhir masa pakai, sepatu sulit terurai karena campuran bahan sintetis dan karet. Sebagian kecil disumbangkan atau digunakan kembali, tetapi sebagian besar berakhir di TPA dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk terdegradasi. Potensi daur ulang masih rendah karena sulit memisahkan komponennya.

Refleksi dan Potensi Perbaikan Desain

Untuk mengurangi dampak lingkungan, sepatu dapat didesain ulang menggunakan bahan yang biodegradable atau dapat didaur ulang secara penuh, misalnya menggunakan karet alami atau poliester daur ulang. Produsen juga dapat menerapkan sistem “take-back program”, di mana sepatu bekas dikumpulkan kembali untuk diproses menjadi bahan baru.

Sebagai konsumen, langkah sederhana seperti memperpanjang masa pakai sepatu, memilih produk dengan sertifikasi ramah lingkungan, dan mendukung merek yang menerapkan produksi berkelanjutan dapat menekan dampak siklus hidup produk. Pendekatan Life Cycle Thinking membantu kita menyadari bahwa setiap keputusan konsumsi memiliki konsekuensi ekologis, dan perubahan kecil di tingkat individu dapat memberi efek besar terhadap keberlanjutan global.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengaitkan Teknologi dengan Etika: Renungan Peran Insinyur Industri

TUGAS TERSTRUKTUR 2

TUGAS MANDIRI 4